ShopDreamUp AI ArtDreamUp
Deviation Actions
Warning : Panjang, tidak penting, dan mengandung unsur curhat.
- - - - -
Selama sekian belas tahun saya hidup di muka bumi, saya merasa saya belum sukses menemukan jati diri saya. Suatu hari saya berpikir jangan-jangan saya adalah seorang anak terpilih yang ditakdirkan untuk pergi ke dunia digital, di hari yang lain saya berasumsi bahwa siapa tahu saya ternyata agen rahasia yang akan dikirim ke medan perang dengan menggunakan robot Gundam. Namun setelah saya pikir-pikir lagi… itu bukan saya.
Selama saya hidup, saya telah bertemu banyak orang hebat. Orang-orang yang berjasa dan menjadi inspirasi bagi saya. Kemudian rasa kagum itu tumbuh menjadi keinginan untuk mengimitasi, membentuk suatu pemikiran : sepertinya oke juga kalau saya menjadi dia.
Ibu saya adalah sosok pertama yang ingin saya tiru. Beliau adalah orang hebat, perempuan yang tegas, dan mampu menjaga keluarganya dengan baik. Meskipun galak dan cenderung otoriter, beliau adalah tipe orang yang selalu melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Jika beliau bersikeras melarang saya main internet, saya percaya bahwa itu beliau lakukan semata-mata untuk kepentingan saya. Beliau juga merupakan seseorang yang pandai bicara dan tidak takut apapun kecuali Allah. Ketika beliau masih muda dan masih berprofesi sebagai wiraniaga, beliau akan balik mencak-mencak pada mereka yang membentak beliau. Singkatnya, beliau adalah orang besar.
Namun setelah saya coba, sulit sekali rupanya untuk menjadi seperti beliau. Lambat laun saya menjadi sangsi akan kesanggupan saya sendiri. Saya terlalu pengecut untuk balik membentak orang, dan saya terlalu naif untuk berpikir bahwa saya tidak ingin menyakiti hati orang lain. Saya terlalu lembek, tidak seperti ibu saya.
Kemudian saya mengalihkan pandangan pada kakak laki-laki saya yang kedua. Dia bukan contoh orang besar seperti ibu saya, tentu saja, tetapi kenyataan bahwa sejak kecil saya lebih banyak menghabiskan waktu dengannya daripada dengan orang lain, maka muncul keinginan untuk menjadi sepertinya. Dia tipe orang yang sangat santai; menjalani hidup dengan santai, makan dengan santai, main dengan santai, belajar dengan santai, menabok saya dengan santai, pokoknya semuanya santai seakan-akan tidak pernah ada yang namanya masalah di dunia ini. Agaknya hidup akan menjadi jauh lebih ringan jika saya bisa menjadi seperti dia: main game ketika besoknya ada UAS dan tiba-tiba saja nilainya A.
Tetapi lagi-lagi saya tidak mampu. Saya terlalu mudah terbawa perasaan untuk bisa menjadi santai seperti abang saya. Pola pikir dan gaya hidup abang saya rupanya terlalu eksklusif, butuh ketidakwarasan berkadar besar untuk bisa menjadi seperti abang saya.
Lalu ada teman saya, XaliberDeathlock. Dia adalah calon orang besar, bisa berpikir kritis di umurnya yang bahkan lebih muda dari saya. Pengetahuannya luas dan selalu menganalisis terlebih dahulu sebelum menelan suatu informasi. Dia juga selalu mempertahankan ideologinya dan bisa menyampaikan aspirasinya dengan baik.
Namun bahkan lima menit setelah saya mengetahui orang seperti apakah dia, saya sudah sadar bahwa saya tidak akan bisa menjadi seperti dia. Saya terlalu bodoh dan tidak pedulian. Lebih memilih menghabiskan waktu dengan menggambar tidak penting daripada menambah wawasan. Belum lagi kenyataan bahwa kemalasan saya sudah seperti penyakit bawaan yang tidak bisa dioperasi. Wah, pokoknya sudah sangat tidak mungkin.
Setelahnya, adalah sahabat saya, Azka. Dia bukan tipe orang yang gila belajar, dia lebih merupakan seorang gadis biasa. Tetapi di mata saya, dia adalah orang hebat juga. Bagaimana kemampuannya untuk membaur, berkomunikasi, tidak takut untuk mencoba… Dia adalah gadis dengan berbagai macam daya tarik. Saya ingin menjadi supel seperti dia.
Tetapi bagaimanapun juga, saya tidak bisa menjadi anak eksis sebagaimana dirinya. Saya terlalu tidak punya nyali untuk mencoba menjadi terkenal. Saya terlalu khusus untuk diterima oleh mereka yang umum.
Sampai akhirnya muncul sahabat saya yang satu lagi, Poppy (fashiongeek). Bagi saya, dia ini yang memiliki kepribadian yang paling ‘bersinar’, juga kepribadian yang paling mungkin untuk saya terapkan. Dia adalah anak yang selalu tahu bagaimana caranya membuat orang tertawa. Dia tidak pernah marah, tidak pernah mencari masalah—yang dilakukannya hanyalah membuat lelucon dan melakukan atraksi spektakuler yang aneh-aneh. Dengan segala keunikan yang dimilikinya, dia bisa menjadi pribadi yang dicintai orang banyak. Bukan karena dia berusaha menjadi orang lain, tetapi karena dia menjadi dirinya sendiri.
Kemudian saya mencapai suatu konklusi; bahwa tiap pribadi yang saya anggap hebat bisa menjadi seperti itu karena memang begitulah mereka, tidak dibuat-buat dan apa adanya. Sesuatu akan menjadi indah jika dibiarkan sebagaimana semestinya.
Lantas, kenapa saya tidak mencoba untuk menjadi seperti itu?
Biarlah saya tidak tegas, selama saya mampu untuk menjaga hati orang lain. Biarlah saya tidak terlalu santai, selama saya bisa tenang menghadapi segala masalah. Biarlah saya tidak kritis, selama saya tetap tahu apa yang terbaik untuk saya. Biarlah saya tidak supel, selama saya memiliki teman-teman yang meskipun tak sejumlah satu angkatan, selalu bisa menjadi pegangan bagi saya. Biarlah saya tetap menjadi orang aneh, suka smashing head tanpa tahu tempat dan waktu, suka tertawa tanpa sebab, hafal lagu-lagu alay, sensitif soal tata bahasa Indonesia, dan belum bisa mengikrarkan diri sebagai perempuan sejati; selama saya yakin bahwa itulah saya.
Kini saya bertemu kembali dengan orang-orang hebat lainnya, dengan kepribadian masing-masing yang beragam, dengan pola pikir yang berbeda-beda. Dan saya merasakan rasa syukur yang sangat besar, karena kini saya bisa berjalan bersama mereka sebagai diri saya sendiri.
- - - - -
Norak mode : ON. Doh, saya pengen nulis fanfic lagi!!
- - - - -
Selama sekian belas tahun saya hidup di muka bumi, saya merasa saya belum sukses menemukan jati diri saya. Suatu hari saya berpikir jangan-jangan saya adalah seorang anak terpilih yang ditakdirkan untuk pergi ke dunia digital, di hari yang lain saya berasumsi bahwa siapa tahu saya ternyata agen rahasia yang akan dikirim ke medan perang dengan menggunakan robot Gundam. Namun setelah saya pikir-pikir lagi… itu bukan saya.
Selama saya hidup, saya telah bertemu banyak orang hebat. Orang-orang yang berjasa dan menjadi inspirasi bagi saya. Kemudian rasa kagum itu tumbuh menjadi keinginan untuk mengimitasi, membentuk suatu pemikiran : sepertinya oke juga kalau saya menjadi dia.
Ibu saya adalah sosok pertama yang ingin saya tiru. Beliau adalah orang hebat, perempuan yang tegas, dan mampu menjaga keluarganya dengan baik. Meskipun galak dan cenderung otoriter, beliau adalah tipe orang yang selalu melakukan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Jika beliau bersikeras melarang saya main internet, saya percaya bahwa itu beliau lakukan semata-mata untuk kepentingan saya. Beliau juga merupakan seseorang yang pandai bicara dan tidak takut apapun kecuali Allah. Ketika beliau masih muda dan masih berprofesi sebagai wiraniaga, beliau akan balik mencak-mencak pada mereka yang membentak beliau. Singkatnya, beliau adalah orang besar.
Namun setelah saya coba, sulit sekali rupanya untuk menjadi seperti beliau. Lambat laun saya menjadi sangsi akan kesanggupan saya sendiri. Saya terlalu pengecut untuk balik membentak orang, dan saya terlalu naif untuk berpikir bahwa saya tidak ingin menyakiti hati orang lain. Saya terlalu lembek, tidak seperti ibu saya.
Kemudian saya mengalihkan pandangan pada kakak laki-laki saya yang kedua. Dia bukan contoh orang besar seperti ibu saya, tentu saja, tetapi kenyataan bahwa sejak kecil saya lebih banyak menghabiskan waktu dengannya daripada dengan orang lain, maka muncul keinginan untuk menjadi sepertinya. Dia tipe orang yang sangat santai; menjalani hidup dengan santai, makan dengan santai, main dengan santai, belajar dengan santai, menabok saya dengan santai, pokoknya semuanya santai seakan-akan tidak pernah ada yang namanya masalah di dunia ini. Agaknya hidup akan menjadi jauh lebih ringan jika saya bisa menjadi seperti dia: main game ketika besoknya ada UAS dan tiba-tiba saja nilainya A.
Tetapi lagi-lagi saya tidak mampu. Saya terlalu mudah terbawa perasaan untuk bisa menjadi santai seperti abang saya. Pola pikir dan gaya hidup abang saya rupanya terlalu eksklusif, butuh ketidakwarasan berkadar besar untuk bisa menjadi seperti abang saya.
Lalu ada teman saya, XaliberDeathlock. Dia adalah calon orang besar, bisa berpikir kritis di umurnya yang bahkan lebih muda dari saya. Pengetahuannya luas dan selalu menganalisis terlebih dahulu sebelum menelan suatu informasi. Dia juga selalu mempertahankan ideologinya dan bisa menyampaikan aspirasinya dengan baik.
Namun bahkan lima menit setelah saya mengetahui orang seperti apakah dia, saya sudah sadar bahwa saya tidak akan bisa menjadi seperti dia. Saya terlalu bodoh dan tidak pedulian. Lebih memilih menghabiskan waktu dengan menggambar tidak penting daripada menambah wawasan. Belum lagi kenyataan bahwa kemalasan saya sudah seperti penyakit bawaan yang tidak bisa dioperasi. Wah, pokoknya sudah sangat tidak mungkin.
Setelahnya, adalah sahabat saya, Azka. Dia bukan tipe orang yang gila belajar, dia lebih merupakan seorang gadis biasa. Tetapi di mata saya, dia adalah orang hebat juga. Bagaimana kemampuannya untuk membaur, berkomunikasi, tidak takut untuk mencoba… Dia adalah gadis dengan berbagai macam daya tarik. Saya ingin menjadi supel seperti dia.
Tetapi bagaimanapun juga, saya tidak bisa menjadi anak eksis sebagaimana dirinya. Saya terlalu tidak punya nyali untuk mencoba menjadi terkenal. Saya terlalu khusus untuk diterima oleh mereka yang umum.
Sampai akhirnya muncul sahabat saya yang satu lagi, Poppy (fashiongeek). Bagi saya, dia ini yang memiliki kepribadian yang paling ‘bersinar’, juga kepribadian yang paling mungkin untuk saya terapkan. Dia adalah anak yang selalu tahu bagaimana caranya membuat orang tertawa. Dia tidak pernah marah, tidak pernah mencari masalah—yang dilakukannya hanyalah membuat lelucon dan melakukan atraksi spektakuler yang aneh-aneh. Dengan segala keunikan yang dimilikinya, dia bisa menjadi pribadi yang dicintai orang banyak. Bukan karena dia berusaha menjadi orang lain, tetapi karena dia menjadi dirinya sendiri.
Kemudian saya mencapai suatu konklusi; bahwa tiap pribadi yang saya anggap hebat bisa menjadi seperti itu karena memang begitulah mereka, tidak dibuat-buat dan apa adanya. Sesuatu akan menjadi indah jika dibiarkan sebagaimana semestinya.
Lantas, kenapa saya tidak mencoba untuk menjadi seperti itu?
Biarlah saya tidak tegas, selama saya mampu untuk menjaga hati orang lain. Biarlah saya tidak terlalu santai, selama saya bisa tenang menghadapi segala masalah. Biarlah saya tidak kritis, selama saya tetap tahu apa yang terbaik untuk saya. Biarlah saya tidak supel, selama saya memiliki teman-teman yang meskipun tak sejumlah satu angkatan, selalu bisa menjadi pegangan bagi saya. Biarlah saya tetap menjadi orang aneh, suka smashing head tanpa tahu tempat dan waktu, suka tertawa tanpa sebab, hafal lagu-lagu alay, sensitif soal tata bahasa Indonesia, dan belum bisa mengikrarkan diri sebagai perempuan sejati; selama saya yakin bahwa itulah saya.
Kini saya bertemu kembali dengan orang-orang hebat lainnya, dengan kepribadian masing-masing yang beragam, dengan pola pikir yang berbeda-beda. Dan saya merasakan rasa syukur yang sangat besar, karena kini saya bisa berjalan bersama mereka sebagai diri saya sendiri.
- - - - -
Norak mode : ON. Doh, saya pengen nulis fanfic lagi!!
Gyaaaaaaaaa
Pengumpulan gambar untuk sidang akhir: 11 Mei 2012
Sidang akhir: 21 Mei 2012
Pengumpulan laporan TA setelah revisi: 1 Juni 2012 kalo gasalah
Semoga gua masih waras setelah menghadapi semua ini. UYEAAAAAAAA!!!
Dan ya, balik bentar ke dA. Rada kangen tapi karena gua juga jarang gambar jadi ya gaada yang bisa diapdet juga :|
Bye.
Sindrom Semester Ganjil
Kayaknya apa yang lagi saya alami cukup pantas untuk dinamai 'sindrom semester ganjil'. Kenapa demikian? Ya karena saya yang sekarang kayaknya balik lagi jadi saya yang dulu 'ada' di semester satu TPB.
Dulu saya pernah bilang kalau saya sudah berubah--jadi napsu ikut organisasi, ingin direpotkan, dan selalu pegang komitmen kalo dikasih tugas. Itu, saya sadar, terjadi di semester dua TPB (atau leih tepatnya ketika saya ikut panitia pemilu raya KM ITB 2009). Saya yang di semester satu, rada-rada autis gimanaaaa gitu. Kerjaan abis pulang kuliah ya langsung balik ke kosan, main game, gambar, ngetik fanfic, main game, gambar, ngetik fanfic, gitu-
Penjenjangan dan Pembelajaran
Gue itu, dari dulu sampe sekarang, selalu jadi orang Phlegmatis (bedanya, dulu gue Phlegmatis sempurnya, sekarang bertransformasi jadi Phlegmatis-Sanguinis). Phlegmatis, artian kasarnya, pengikut--cari aman, ikut-ikutan, meskipun apa yang diikuti nggak sesuai sama penderian dia (dan dia tetep kekeuh sebenernya, sama pendiriannya itu).
Nah, berkenaan dengan penjenjangan (ini bahasa gue sekarang, dulu sih bisa disebut OSPEK, MOS, atau apa lah), gue pengen sharing sesuatu aja. Dulu gue termasuk salah seorang yang menganggap penjenjangan itu nggak penting. Bentak-bentakan, suruh nyari tanda tangan, dikerjain, apa banget deh.. bete kan kalo digit
152
Akhirnya, secara resmi, saya yang tadinya 199, kini bertransformasi jadi 152. Ini sesuai dengan minat saya, tentu, tapi saya terus berharap bahwa memang ini jalan yang terbaik..
Saya sering ditakut-takutin sama senior soal neraka 8 SKS itu, atau pengalaman-pengalaman lainnya. Sempat sih merasa gentar, tapi rupanya nggak berefek terlalu banyak buat saya. Mungkin karena saya emang belom ngerasain, tapi yaaa menurut saya, nggak lucu aja gitu takut sama sesuatu hal yang bahkan belom dialamin.
Maka dari itu, mohon doanya agar 152 ini memang tempat saya, dan agar saya bisa bertahan dengan baik di 152 ini.
Terima kasih banyak, Kawan! :D
z-hard,
© 2009 - 2024 z-hard
Comments25
Join the community to add your comment. Already a deviant? Log In
tumben jurnalnya serius yas,,, hha
ya lo tuh kreatif,,,
sukses dah jurnal lo tuh bikin gw ngakak2
eniwei,, bbrp hari ini kita jadi sering bertemu di jalan yah wkwkwkwk....
ya lo tuh kreatif,,,
sukses dah jurnal lo tuh bikin gw ngakak2
eniwei,, bbrp hari ini kita jadi sering bertemu di jalan yah wkwkwkwk....